Kota Langsa – Sinar Aceh Baru
Baru baru ini dengan bergesernya kursi pemerintahan presiden, yang kini dipimpin oleh presiden terpilih bapak Prabowo Subianto, memberikan dampak besar juga ke bagian pendidikan. Terkhusus presiden kita membuat kemendikbudristek pecah menjadi tiga kementerian, yakni kemendikdasmen, kemendikti, dan kemenbud.
Kali ini kita berfokus pada kemendikdasmen, dimana di struktur ini skala nya besar yakni mulai pendidikan usia dini, SD, SMP , SMA, SLB, dan pendidikan informal. Tentunya berganti gantinya kurikulum sangat akan berdampak pada bagian kementerian ini.
Munculnya sebuah kurikulum baru tentunya tidak asing bagi kita, terkhusus bila menterinya sudah berganti. Namun, fokus kita bukanlah pada hal ini. Karena pendidikan itu harus dinamis. Karena zaman terus berubah, dan peserta didik beda perkembangan dan pola pikir dan tantangannya, maka oleh karena itu tentulah wajar sebuah kurikulum itu terus berganti. karena kurikulum adalah jantung pendidikan, maka kurikulum juga harus berubah mengikuti zaman yang terus berjalan. Bila tidak berubah maka kita akan terus ketinggalan dari negara negara lain. Namun, bila guru tidak mau berubah, maka kurikulum ini tidak akan berjalan sesuai ekspektasi yang diharapkan. Kalau mau pendidikan kita berkualitas, maka gurunya dulu harus berkualitas.
Teringat, Berbagai opini negatif dan positif muncul saat kurikulum merdeka muncul. Pro dan Kontra tentulah muncul dalam setiap kebijakan baru terkhusus pergantian kurikulum. Mulai dari dihapusnya UN ( ujian nasional ) , zonasi, dan sistem merdeka belajar dalam kurikulum ini yang sangat memperhatikan perbedaan siswa dari gaya belajar, kecepatan belajar dan minat bakat siswa.
Kali ini dengan menteri kemendikdas baru yang diangkat, Prof Mukti mulai akan menerapkan kurikulum deep Learning sebagai penyempurnaan kurikulum merdeka dimana nantinya akan menekankan penguasaan literasi dan numerasi sejak dini bahkan sejak jenjang pendidikan PAUD. Dimana di kurikulum merdeka menekankan pencapaian maksimal untuk kemampuan literasi dan numerasi, dan di bawah komando Prof Mukti, ini lebih ditekankan untuk mencapai hasil super maksimal dibandingkan pada masa kurikulum merdeka.
Terlepas dari bagaimanapun kurikulum yang dicanangkan dan dibuat, serta pro dan kontra yang bermunculan, hendaknya jangan melupakan sosok panglima perang dalam menjalankan kurikulum baru tersebut. Tidak bisa dipungkiri bahwa guru yang berkualitas sudah dipastikan akan melahirkan peserta didik yang berkualitas., sebaliknya guru yang tidak berkualitas hanya akan melahirkan peserta didik yan bobrok dan tidak semangat belajar dan tidak tumbuh mental pembelajar sepanjang hayat.
Bila kita analogikan, guru super berkualitas dan profesional ibaratkan chef profesional, yang ditantang membuat jenis masakan apapun, sepanjang bahan dan peralatannya tersedia, dia mampu menciptakan makanan super lezat, walaupun terbatas alatnya. Begitu juga guru, mampu optimal dalam mengajar memastikan para peserta didiknya berkualitas, dengan kreasi dan kreativitas pembelajaran agar capaian pembelajaran yang dimaksud dapat dipahami dan dimengerti oleh semua siswa dikelas, bukan hanya para peserta didik yang pintar saja. Nah, inilah yang dianggap guru berhasil.
Sebenarnya saat ini Indonesia kekurangan guru profesional yang dapat label “guru peduli” sama seluruh peserta didiknya. Secara umum kita banyak menemukan guru yang pintar, namun tidak bisa membuat dan bahkan peduli kecepatan belajar siswanya dan merefleksikan pembelajaran untuk mengetahui apa yang disampaikan tersampaikan dan dipahami oleh semua peserta didik.
Sebagai contoh, jarang sekali guru matematika di Bangku SMA, sebelum menyampaikan materi ajar di tahun ajaran baru kelas X, memastikan apakah kemampuan menjumlahkan dan mengurangkan bilangan plus minus apakah semua sudah bisa, apakah perkalian dan pembagian siswa sudah bisa, atau bahkan pecahan dan kuadrat sudah bisa. Dan ini masih esensi standar wajib untuk bisa belajar matematika.
Dan jarang sekali guru guru ini mendiagnosis dulu dan langsung menghayati dan masuk ke materi, Alhasil para siswa yang belum bisa kemampuan dasar ini, trauma dan enggan belajar matematika. Bahkan gurunya ga pernah nanya kepada siswa berkemampuan rendah ini.
Begitu juga bahasa Inggris, , langsung guru bahasa Inggrisnya meminta perkenalkan diri di depan kelas untuk pengambilan nilai Speaking materi introduction, namun masi ada siswa yang bahkan bahasa Inggris nya “saya”atau beberapa kata dasar belum tahu bahasa Inggrisnya. Alhasil, anak anak tersebut memiliki nilai rendah, dan trauma dengan pelajaran bahasa Inggris. Bahkan gurunya tidak menanyakan kemampuan dasar nya dan mendiagnosa kecepatan belajarnya, Terus mengejar materi wajib segera dihabiskan sesuai target kurikulum.
Inilah yang harus diupayakan oleh kemendikdasmen, untuk menciptakan koki handal, chef handal, pilot handal yakni si guru yang mampu mengelola dan membawa siswanya mencapai hasil maksimal dengan menguatkan rasa “PEDULI” terhadap siswa siswanya.
Program PPG prajabatan yang dibuat kemendikti adalah langkah nyata dalam transformasi pendidikan dimana kedepan, sekolah yang kekurangan guru, diisi oleh guru lulusan PPG prajabatan yang sudah diasah tajam menjadi guru profesional dan mengedepankan rasa “ peduli” dan khawatir, bila murid muridnya tidak bisa.
Penulis :
Muhammad Rizky, S.Pd.,Gr.,C.ME.,C.LS.,C.SM.,
Adalah
– Kepala Sekolah SMA Unggul Cut Nyak Dhien Kota Langsa
– Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kota Langsa
– Ketua Ikatan Alumni FKIP Universitas Samudra
By
Muhammad rizky